Selasa, 17 Januari 2012

Teori – Teori tentang Asas-Asas Pemungutan Pajak

Teori – Teori tentang Asas-Asas Pemungutan Pajak

Untuk melengkapi tugas mata kuliah Pengantar Hukum Pajak













Anggota Kelompok :
1.     Ahmad Mustafid
2.     Abiyoga Indra Permana
3.     Wachid Prasetyo




Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Tahun Pelajaran 2011/2012






A.    Pendahuluan
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:


1.Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
2.Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: " pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang ‘’
3.Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksiperdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
4.Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
5.Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
B.     Landasan Teori
Sebelum amandemen UUD 1945, ketentuan mengenai pajak diatur pada Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “segala pajak untuk keperluan negara harus berdasarkan undang-undang.” Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang meletakkan kewenangan pada negara untuk memungut pajak apabila negara membutuhkannya, tetapi dengan syarat harus berdasarkan undang-undang. Tidak ada pajak tanpa persetujuan antara rakyat melalui wakilnya di dalam DPR dengan Pemerintah yang diatur dengan undang-undang .Setelah UUD 1945 diamandemen, ternyata ketentuan mengenai pajak mengalami perubahan yang sangat prinsipil. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 23A UUD 1945 yag berbunyi “pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Terdapat perubahan yang prinsipil karena bukan hanya pajak, melainkan pungutan yang bersifat memaksa juga harus diatur dengan undang-undang. Hal ini merupakan suatu perkembangan positif agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam pembebanan pungutan yang bersifat memaksa kepada warga negara.
Asas-asas Pemungutan Pajak
Berikut ini merupakan beberapa teori yang berhubungan dengan hak negara untuk memungut pajak, antara lain adalah:
1. Teori Asuransi
Teori Asuransi diartikan dengan suatu kepentingan masyarakat (seseorang) yang harus dilindungi negara. Masyarakat seakan mempertanggungkan keselamatan dan keamanan jiwanya pada negara. Dengan adanya kepentingan dari masyarakat itu sendiri, maka masyarakat harus membayar „premi‟ pada negara.
Namun istilah premi sebenarnya kurang tepat jika disama artikan dengan pajak, sebab apabila masyarakat membayar premi akan mendapat balas jasa secara langsung sedangkan pajak tidak. Teori ini sebenarnya tidak dapat dipergunakan untuk menunjukkan hak negara memungut pajak dari warganya, karena tidak semua kerugian warga, misalnya kebanjiran ataupun perampokan, negara memberikan ganti rugi.
2. Teori Kepentingan
Teori kepentingan diartikan sebagai negara yang melindungi kepentingan harta benda dan jiwa warga negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduknya. Segala biaya atau pengeluaran yang akan dikeluarkan oleh negara dibebankan kepada seluruh warga berdasarkan kepentingan dari warga negara yang ada. Warga negara yang memiliki harta yang banyak membayar pajak lebih besar kepada negara untuk melindungi kepentingan dari warga negara yang bersangkutan. Demikian sebaliknya, warga negara yang memiliki harta benda sedikit membayar pajak yang lebih kecil untuk melindungi kepentingan warga negara tersebut. Namun, pada kenyataannya warga negara yang memiliki penghasilan sedikit mempunyai kepentingan yang lebih besar dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam perlindungan jaminan sosial, sehingga sebagai konsekuensi, seharusnya ia membayar pajak lebih banyak dan ini adalah suatu hal yang bertentangan dengan kenyataan. Landasan teori ini pun seakan sama dengan pengertian retribusi dan bukan pajak karena berkaitan dengan adanya kontra prestasi secara langsung.
3. Teori Gaya Pikul
Menurut teori ini, pemungutan pajak berlandaskan asas keadilan yaitu setiap orang yang dikenakan pajak harus sama beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah menurut gaya pikul seseorang yang ukurannya adalah besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran yang dilakukan.
Yang harus diperlukan dalam kehidupan seseorang tidak dimasukkan dalam pengertian gaya pikul. Kekuatan (gaya pikul) untuk membayar pajak baru dilakukan setelah kebutuhan primer seseorang telah terpenuhi. Kebutuhan primer ini merupakan asas minimum bagi kehidupan seseorang. Jika telah terpenuhi barulah pembayaran pajak dilakukan. Dalam konteks UU PPh, asas minimum kehidupan di atas bisa disebut dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Apabila seseorang punya penghailan di bawah PTKP berarti orang tersebut tidk perlu membayar pajak, atau gaya pikulnya adalah nihil. Sedangkan jika penghasilannya di atas PTKP barulah terkena gaya pikul untuk membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Teori Gaya Beli
Menurut teori ini, maka fungsi pemungutan pajak dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, dapat disamakan dengan pompa, yaitu mengambil gaya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan maksud untuk memelihara hidup masyarakat dan untuk membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak bukan kepentingan individu dan juga bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya itu. Dapatlah kiranya disimpulkan bahwa teori ini menitikberatkan ajarannya pada fungsi pajak sebagai pengatur (regulerent). Menurut para penganutnya, termasuk juga Prof. Adriani, teori ini berlaku sepanjang masa, baik dalam masa ekonomi bebas, maupun dalam masa ekonomi terpimpin, bahkan juga dalam masyarakat yang sosialistis, walaupun tidak luput dari adanya variasi dalam coraknya. Tidak demikian halnya dengan teori-teori yang diuraikan sebelumnya, yang hanya berlaku selama masa tertentu saja.
5. Teori Bakti (Teori Kewajiban Pajak Mutlak)
Berlawanan dengan teori asuransi, teori kepentingan dan teori gaya pikul, yang tidak mengutamakan kepentingan-kepentingan negara di atas kepentingan warganya, maka teori ini berdasarkan atas paham-paham Organische Staatler yang mengajarkan bahwa sifat negara sebagai suatu organisasi (perkumpulan) dari individu-individu (masyarakat) maka timbul hak mutlak negara untuk memungut pajak. Teori bakti ini bisa dikatakan sebagai adanya perjanjian dalam masyarakat (tiap-tiap individu) untuk membentuk negara dan menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada negara untuk memimpin masyarakat. Karena adanya kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada negara, maka pembayaran pajak yang dilakukan negara merupakan bakti dari masyarakat kepada negara, karena negaralah yang bertugas menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya.
C.     Analisa Data
kejahatan pajak oleh perusahaan. Perusahaan ingin mendapatkan keuntungan yang besar, salah satunya dengan cara memanipulasi laporan keuangan perusahaan yang seolah-olah mempunyai keuntungan kecil. Kecilnya laba akan berpengaruh terhadap pajak yang dibayarkan, kecuali pada pajak penghasilan karyawan dan pajak penghasilan badan. Pada kasus ini merupakan murni kesalahan perusahaan dan dapat dipidanakan pelakunya. Cara seperti ini akan merugikan Negara dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Karena seringnya para pelanggar pajak tidak mendapat hukuman yang berat menyebabkan kejahatan pajak semakin tinggi. Hal ini mengakibatkan rusaknya tatanan hukum di Negara ini. Dengan demikian yang terpenting adalah pemerintah secara tegas dan konsisten melakukan reformasi dalam bidang hukum. Sehingga para pelanggar pajak mendapatkan efek jera dari tindakannya. Dengan begitu penghasilan negara melalui pajak dapat meningkat.
Reformasi birokasi pemerintah juga harus diperbaiki, termasuk mental para pejabat Negara khusunya pegawai pajak. Gaji yang tinggi di kementerian terkait tidak berkorelasi dengan perilaku yang dilakukanya. Sehingga reformasi birokrasi yang menghabiskan banyak dana akan sia-sia. Sehingga penerapan sangsi yang keras terhadap pelaku akan dapat menajdi pelajaran berharga untuk tidak terulang kembali.
D.    Kesimpulan
Pemungutan pajak di Indonesia sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi:"pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang."
Berdasarkan hal tersebut,maka ada beberapa teori yang berhubungan dengan hak negara untuk memungut pajak, antara lain adalah: teori asuransi,teori kepentingan,teori gaya pikul,teori gaya beli,dan teori bakti (Teori Kewajiban Pajak Mutlak).
Pemerintah harus secara tegas dan konsisten melakukan reformasi dalam bidang hukum. Sehingga para pelanggar pajak mendapatkan efek jera dari tindakannya. Dengan begitu penghasilan negara melalui pajak dapat meningkat. Reformasi birokasi pemerintah juga harus diperbaiki, termasuk mental para pejabat Negara khusunya pegawai pajak. Sehingga reformasi birokrasi yang menghabiskan banyak dana akan sia-sia. Dan penerapan sangsi yang keras terhadap pelaku akan dapat menajdi pelajaran berharga untuk tidak terulang kembali.
Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu: Pemungutan pajak harus adil,pengaturan pajak harus sesuai dengan Undang-Undang,pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian,pemungutan pajak harus efisien,dan sistem pemungutan pajak harus sederhana.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar